Sebelum Jatuh Tempo
Sang fajar
kembali menampakkan dirinya di ufuk timur.Terdengar kicauan burung disusul
suara ayam jantan yang saling bersahutan.
Gubuk sederhana menjadi saksi bisu sandiwara
kehidupan.Yang terkadang ada tawa bahagia dan terkadang ada duka nestapa.
“Nak...Sini sarapan dulu.” Terdengar suara dari balik pintu
kamar Nazwa.
“Ya bu...” Nazwa beranjak dari tempat tidurnya,dan menarik
kursi rodanya yang berada di samping ranjangnya. Nazwa adalah seorang gadis
remaja yang tak pantang menyerah.Meski ia kini menderita kanker dan di vonis
kalau usianya sudah diambang pintu. Tapi ia tetap bersyukur dan
bahagia.Setidaknya ia merasa bahagia masih mempunyai keluarga yang sangat
menyayanginya.
Ia pun menggerakkan kursi rodanya menuju meja makan,dimana ayah
dan ibunya sudah menunggu kehadirannya.
“Sayang,ini sudah ibu siapkan nasi goreng kesukaanmu.” Dengan
tersenyum ibu memberikan sepiring nasi goreng pada Nazwa.
“Terimakasih bu..Hmmm,,ini nasi goreng terenak yang pernah
aku rasakan.” Timpal Nazwa
“Hehe...Anak ayah yang satu ini sudah bisa ngrayu ibunya.Pasti
ada maunya nih?” Tebak ayah
Nazwa pun tersenyum,dalam hatiku berkata,ayah tau aja apa isi
hatiku.Hehe.....
“Ayah,ibu...Nazwa pengin main ke ruman Naila.Boleh ya
Yah,Bu...” Rengek Nazwa pada kedua orang tuanya.
“Nazwa,bukannya Ayah sama Ibu melarang kamu,tapi kondisi
kamukan masih lemah,kamu masih butuh istirahat. Lagian perjalanan dari sini ke
rumah Naila membutuhkan waktu yang cukup lama. Kami nggak mau nanti kamu
kenapa-kenapa.” Jawab Ayahnya yang memang begitu khawatir dengan keadaan Nazwa.
Nazwa hanya diam,dan airmatanya tak terasa sudah membendung
di kedua bola matanya. Naila adalah sahabat Nazwa dari kecil,tapi sudah dua
tahun ini dia pindah rumah. Mereka memang sangat dekat,sampai-sampai orang yang
baru mengenalnya dikira mereka saudara. Nazwa kembali merengek ke Ayah dan
Ibunya,ia sangat berharap orangtuanya memberikan izin.
“Kali ini aja,ini permintaan terakhir Nazwa sebelum jatuh
tempo.” Nazwa menunduk dan mengusap airmata yang telah menetes.
Hati Ayah dan Ibunya tersentak mendengar ucapan Nazwa. Lalu
Ayahnya mengiyakan keinginan anak satu-satunya itu. Dua bulan belakangan Nazwa
memang ingin pergi ke rumah sahabatnya itu namun orang tuanya selalu tak
mengizinkannya karena khawatir dengan kondisinya.
Setelah selesai sarapan,Ibu menyiapkan keperluan yang akan di
bawa ke rumah Naila. Di perjalanan Naila tampak sangat ceria dibalut dengan
krudung birunya yang tampak membuat wajahnya semakin kelihatan segar.
Delapan jam diperjalanan akhirnya sampai juga di rumah Naila.
Ayah menuntun Nazwa ke kursi rodanya. Tampak terlihat gadis memakai krudung
putih sedang duduk di teras rumah.
“ Assalamu’alaikum.... “ Sapa Nazwa dan kedua orangtuanya.
“ Wa’alaikumsalam... “ Jawab gadis itu. Memory otaknya
kembali memutar kejadian-kejadian di masa lalunya. Yah tak salah lagi yang
datang adalah Nazwa sahabatnya. Tapi Naila merasa heran dengan kondisi Nazwa
yang sekarang menggunakan kursi roda. Dalam hatinya bertanya-tanya,apa yang
terjadi dengan sahabatku?
“ Naila....Kok bengong,ini aku Nazwa.Kamu masih ingetkan?”
Ucap Nazwa yang ternyata membuyarkan lamunan Naila.
“ Masya Allah Nazwa,ini kamu?Aku kangen banget sama kamu.Ayo
masuk,Ibu aku juga pasti udah kangen sama kamu.” Naila mendorong kursi roda
Nazwa dan membawa masuk ke rumahnya.
Canda tawa
mereka berdua kembali memecahkan kesunyiannya. Tak terasa sudah larut malam mereka
bercerita. Namun Nazwa enggan memejamkan matanya. Ia duduk termenung di depan
cermin. Naila semakin bingung dengan kondisinya sekarang. Ia memberanikan diri
tuk menanyakannya.
“ Nazwa...Kamu
kenapa ?” Tanya Naila pelan
Nazwa tak
segera menjawab pertanyaan Naila, ia terbungkam tetapi sesaat kemudian Nazwa
membuka krudung birunya dan disandarkan tubuhnya pada kursi bambu yang ia
duduki. Setelah beberapa menit hening menyelimuti mereka, Naila kembali
bertanya kepada sahabatnya bahwa apa yang kini tengah di derita oleh
sahabatnya.
“ Nazwa,kok
kamu diem sih ? Kamu kenapa ?” Tanya Naila
“ Nai,sekarang
rambut aku sudah botak. Tapi aku masih tetap kelihatan cantik kan? Hehe...”
Jawab Nazwa dengan rasa tenangnya.
“ Kamu sakit?? Nazwa...Sebenarnya
kamu kenapa? Cerita sama aku,aku kan sahabat kamu.” Naila iba melihat kondisi
sahabatnya,ia pun menitikkan air matanya.
Nazwa meraih
tangan Naila dan mengusap air matanya yang menetes di kedua pipinya.
“ Kamu nggak
usah khawatir,aku nggak papa kok.Aku sakit kanker,kata dokter usiaku sudah
nggak panjang lagi.” Nazwa tersenyum
“ Kanker ?? “
Naila tersentak mendengar jawaban Nazwa, ia tak menyangka kalau Nazwa mengidap
penyakit yang mematikan itu.
“ Sudah tenang
saja Nai, saya nggak papa !!” Jawab Nazwa yang berusaha meyakinkan Naila bahwa
dirinya tidak kenapa-kenapa. Ia nggak mau membuat orang lain khawatir.
Aku tau kamu
Nazwa,kamu nggak mau nunjukin rasa sakit kamu di hadapan siapapun.Kamu selalu
pintar menutupi semuanya. Aku takut kehilangan kamu sahabatku. Ucap Naila dalam
hatinya. Kemudian Naila memeluk erat tubuh Nazwa yang memang kini semakin
kurus. Ternyata sudah bertahun-tahun Nazwa bertahan dengan penyakitnya yang
mematikan itu. Tapi ia tetap kelihatan tegar,ia selalu ceria.
“ Nai...Aku
ingin bertemu kamu sebelum jatuh tempo. Dan kini aku telah bertemu kamu. Aku
seneng banget. Makasih yah Nai,kamu adalah sahabat aku yang terbaik. Aku sayang
kamu...” Ucap Nazwa dalam dekapan Naila.
Tiba-tiba Nazwa
melepaskan dekapannya dan wajahnya terlihat sangat pucat. Sontak Naila menjerit
memanggil kedua orangtuanya. Ia meraba denyut nadinya,yang ternyata memang
sudah tak berdetak. Jantungnya terasa tersayat melihat kenyataan ini. Sahabatnya
telah pergi untuk selamanya,Naila menangis terisak. Semoga kamu bahagia di alam
sana sahabatku, aku juga sayang kamu Nazwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar