Jumat, 12 Agustus 2016

Selamat Berjuang!!!

"Sederhana itu melihat orang tua kita tersenyum."
Itu katamu, jang.
Kata-kata yang sangat sederhana tapi sangat menyentuh.
Memang benar. Tak ada hal lain yang jauh lebih bahagia selain melihat orang tua kita tersenyum.
Aku tahu suatu saat nanti aku harus menuruti kemauan orang tuaku. Meski hatiku menolak tapi demi orang tuaku aku ikhlas.
Begitupun dengan kamu, jang.
Ringankan kakimu tuk melangkah ke jalan lurus yang sudah dipilih orang tuamu dan telah kamu sanggupi.
Yakinlah ada banyak kebaikan di jalan yang kamu tempuh saat ini.
Selamat berjuang menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Semangat kawan. Raih ilmu sebanyak mungkin lalu kamu manfaatkan ilmu itu dengan sebaik-baiknya.

Selasa, 02 Agustus 2016

Sekali Lagi

Bolehkah aku bermimpi?
Tentang harapan yang telah kuselipkan. Coba ketuklah pintu rumahmu sekali lagi.
Tapi masihkah kau ingat jalan pulang?

Senin, 11 Juli 2016

Seratus sembilan puluh enam hari tanpamu

Tadinya aku ingin berhenti menulis tentangmu. Tapi pada kenyataannya aku tak bisa.
Jika berhenti menulis tentangmu saja aku tak bisa lalu bagaimana mungkin aku bisa berhenti mencintaimu?
Kau layaknya kopi yang kuseduh, Tuan.
Membuatku candu dan ingin terus menikmatinya meski pada akhirnya hanya nyeri yang kudapat.
Tuan...
Hari ini tepat seratus sembilan puluh enam hari tanpamu.
Mungkin kamu sudah berhenti mencintaiku karena kamu sedang berjuang melihat senyuman pelangi yang alasannya karenamu.
Aku bisa apa jika memang kamu semudah itu berpaling. Aku terlambat masuk kembali ke hidupmu. Pintumu sudah tertutup rapat untuk kusinggahi.
Tuan...
Kukira perasaanmu terlalu dalam tetapi ternyata tidak. Untuk menungguku beberapa waktu saja kamu tak bisa.
Seratus sembilan puluh enam hari tanpamu.
Aku berhenti memperjuangkanmu lagi bukan karena aku berhenti mencintaimu tetapi karena kurasa perjuangkan sudah tak dihargai.
Bukan karena aku berhenti mencintaimu tetapi karena kamu yang kuperjuangkan sedang memperjuangkan yang lain.
Tuan...
Jika kamu sudah tak sanggup mengejar cintanya, kamu masih bisa menengok ke belakang. Ada aku di sini. Aku yang tetap mencintaimu.
Itu jika kamu sudi bersanding denganku lagi.
Tetap semangat berjuang untuknya. Biar aku sendiri yang menikmati luka di sini karena menyaksikanmu memainkan peran dengannya.

Kamis, 07 Juli 2016

Seratus sembilan puluh satu hari tanpamu

Selamat malam, Tuan...
Hari ini tepat seratus sembilan puluh satu hari tanpamu.
Kamu apa kabar?
Tuan...
Kamu pernah merasakan bagaimana rasanya berjuang sendirian?
Ini sangat tak mengenakan. Awalnya aku bisa bertahan. Demi kamu apapun akan aku lakukan meskipun aku harus berjuang sendirian.
Tetapi aku juga manusia biasa. Aku masih punya hati yang suatu saat bisa kamu patahkan kapan saja.
Dan saat ini kamu telah mematahkan hatiku. Kamu membuatku tersadar bahwa kamu tak mau lagi kuperjuangkan.
Tuan...
Mungkin bagimu aku sudah tak ada apa-apanya lagi. Aku sudah tidak lagi menjadi alasanmu untuk menunggu pagi.
Seratus sembilan puluh satu hari tanpamu, aku lelah berjuang sendirian, karena pada kenyataannya kamu sedang memperjuangkan perempuan lain. Ini sangat konyol. Untuk apa aku memperjuangkanmu lagi sedangkan kamu sedang memperjuangkannya?
Tuan...
Aku lelah, sangat lelah.
Akhirnya aku mengalah untuk mundur. Aku tak pantas lagi menampakkan wajah di depanmu dan masuk kembali dalam kehidupanmu.
Mungkin ini terakhir kalinya aku menulis segala sesuatu tentangmu. Namamu tak akan abadi lagi dalam tulisanku.
Tuan...
Apa kamu tak memikirkan gimana perasaanku saat ini? Perasaanku setelah seratus sembilan puluh satu hari tanpamu.
Gimana perasaanku saat kutahu ternyata kamu sudah berhasil membuang semua memory tentang kita dan kamu sedang bersusah payah memperjuangkan perempuan lain?
Sungguh aku tak sanggup. Aku tak bisa. Tapi aku bisa apa?
Dulu aku yang sudah melepasmu.
Mungkin saat ini giliranku yang menyaksikanmu bersama perempuanmu.

Minggu, 03 Juli 2016

Melepasmu

Hari ini terakhir aku menangisimu.
Melihatmu kembali tersenyum sudah lebih cukup buatku.
Jika ini jalan yang terbaik untukmu, teruskanlah. Tak usah kau menengok lagi ke belakang.
Di belakang hanya ada masa lalumu yang kelam.
Di belakang hanya ada perempuan bodoh yang sudah melepaskanmu.
Tuan...
Akhirnya aku akan belajar mengikhlaskanmu.
Melepaskanmu untuk bersamanya.
Bersama seseorang yang kau cintai saat ini.
Aku tahu ini tak mudah. Tak semudah membalikan telapak tangan.
Tetapi demi melihatmu bahagia, demi melihat senyummu lagi, aku akan berusaha keras mematikan perasaan ini dan mengikhlaskanmu.

Jumat, 01 Juli 2016

Rumah Lain

Kau sudah memilih mencintainya lalu untuk apa aku hadir kembali di kehidupanmu?
Konyol memang.
Untuk apa aku berharap kau pulang ke rumah yang seharusnya kau singgahi sedangkan sekarang kau sudah memilih tinggal di tempat lain.
Jadi sudah tak ada gunanya lagi kan aku di sini?
Kau tak akan kembali ke rumah lamamu, Tuan.
Silakan pergi jika rumah yang sekarang jauh lebih nyaman untuk kau singgahi.
Tapi satu hal yang harus kau tahu, aku akan tetap tinggal di sini.

Selasa, 28 Juni 2016

Seratus delapan puluh dua hari tanpamu

Hai Tuan...
Apa kabar hari ini?
Tampaknya kulihat kau baik-baik saja.
Berbeda denganku saat ini. Kabarku tak sebaik yang kau kira.
Tuan...
Hari ini tepat 182 hari tanpamu.
Apakah kau tak mau tahu apa yang aku rasakan saat ini?
Perasaanku masih sama, saat pertama kali kita tak sengaja saling beradu pandang.
Tuan...
Tepat 182 hari tanpamu.
Aku merindukanmu.
Aku rindu memperhatikanmu diam-diam.
Aku rindu memandangmu dari balik bahumu.
Aku rindu senyumanmu ketika kau memergokiku sedang memperhatikanmu.
Aku rindu caramu menyapaku.
Aku rindu mendengar deru napasmu ketika kau berada di dekatku.
Aku rindu mimik wajahmu ketika kau sedang mengatur kata untuk berbicara padaku.
Aku rindu candaanmu yang garing.
Tuan...
Aku ingat ketika kau begitu susahnya merangkai kata hanya untuk bilang "Aku cinta kamu". Betapa bodohnya aku melepasmu dengan mudah.
Padahal aku butuh waktu tiga tahun untuk bisa dekat denganmu.
Tuan...
Kita masih ditakdirkan untuk bertemu lagi tetapi kau telah berbeda. Sepertinya kau tak menganggap kehadiranku.
Semarah itukah? Sebenci itukah?
Maafkan aku.
Tuan...
Kau tahu tidak? Hatiku berontak ketika aku melihatmu begitu akrab dengannya?
Dulu kau tak seakrab itu dengan perempuan mana pun.
Apakah hatimu sudah berpaling dengannya?
Tuan...
182 hari tanpamu, aku benar-benar kehilanganmu.

Jumat, 24 Juni 2016

Kapan Kau Pulang?

"Suatu saat nanti ketika kamu kembali mungkin aku sudah tak sama lagi seperti sekarang ini."
Kalimat terakhir yang kau katakan, kemudian berlalu meninggalkanku yang duduk sendirian di tengah keramaian.
Keramaian? Kata siapa?
Justru aku merasakan itu sepi. Yang kudengar hanya napasku sendiri yang tak teratur karena tangisan yang tiba-tiba memaksa untuk berontak.
Aku hanya bisa memandangi punggungmu yang semakin menjauh.
Tuan...
Apa kau tahu bagaimana sesaknya perasaanku saat itu?
Bukan hanya kau yang sakit tapi aku juga sakit. Amat sakit.
Aku kira kau bakal menengok ke arahku lagi lalu memintaku untuk tetap bertahan.
Tetapi kau tetap pergi. Kau tetap melangkah tanpa menengok ke belakang.
Tuan...
Aku tahu hari-harimu tak sebaik yang kau tulis dalam status media sosialmu.
Sama halnya seperti aku.
Hari-hariku juga tak sebaik yang kau kira.
Ketakutan-ketakutan itu kini menghinggap diriku setelah aku memutuskanmu.
Aku takut kau benar-benar pergi.
Aku takut kau tak akan pulang lagi ke rumah yang seharusnya kau singgahi.
Aku takut kau kecewa dengan sikap kekanak-kanakanku.
Dan akhirnya sekarang ketakutanku benar-benar nyata.
Tuan...
Kau benar-benar pergi bahkan kau tak ingin lagi menginjakkan kakimu di rumahmu sendiri.
Apa aku salah jika akhirnya aku mengharapkanmu untuk tetap pulang?

RINDU

Tuan...
Sampai kapan aku bosan menulis tentangmu?
Selalu saja ada hal menarik darimu untuk kutulis.
Tuan apa kau merasakan hawa panas sepertiku sekarang ini?
Kalau iya, percayalah ini tak sepanas hatiku saatku melihatmu begitu akrab dengannya.
Tuan apa kau merasakan hawa dingin sepertiku sekarang ini?
Kalau iya, percayalah ini tak sedingin sapamu untukku.
Aku merindukanmu, Tuan.
Aku rindu segala hal tentangmu, lebih tepatnya tentang kita.
Dulu, kita seringkali berbincang tentang langit sore yang selalu kita sebut jingga yang menjingga.
Dulu, kita seringkali berbincang tentang ribuan tetes air yang jatuh dari langit yang selalu kita sebut hujan.
Apa kau masih ingat semua tentang itu?
Tentang kamu yang tiba-tiba datang mengetuk pintu rumahku setelah jingga kembali ke peraduannya.
Tentang aku yang terjebak hujan saat akan bertemu denganmu.
Tuan...
Apakah kau serindu itu padaku?

Sabtu, 04 Juni 2016

Seratus lima puluh sembilan hari tanpamu



Kamu apa kabar?
Sudah berapa lama aku dan kamu tak seakrab dulu? Mungkin terlalu panjang jika menyebut aku dan kamu, karena aku pun terlalu takut menyebut ‘kita’, ‘kita’ yang mungkin di matamu tak lagi ada.
Aku ingin tahu siapa kekasihmu saat ini, bisa aku bayangkan pasti kalian tengah berbahagia. Sementara aku harus terjatuh untuk yang kedua kalinya.
Mengingat kejadian itu membuat aku kembali memaki diriku lagi. Aku yang salah. Aku yang membuat diriku sendiri jatuh ke lobang yang sama.
Andai saja tiga bulan sebelum kamu mengungkapkan aku bisa lebih bersabar, mungkin semuanya tak akan menjadi seperti ini. Saat itu kukira kamu tak punya rasa padaku. Bersama dia mungkin bisa membuat kulupa semua tentangmu, tentang cinta dalam diamku.
Hampir tiga tahun aku harus pura-pura tak peduli padamu, pura-pura tak memperhatikanmu padahal dalam hati kecilku aku ingin memilikimu. Selama itu aku menantimu. Selama itu aku bertahan menahan sakit mencintaimu. Aku kira aku sendiri yang merasakan cinta.
Hingga akhirnya aku memilih untuk mencoba menjalani hari dengan dia, seseorang yang selalu kusebut “sahabat”. Sehari, seminggu, sebulan aku mulai nyaman dengan dia. Sedikit kuhapus rasa cinta untukmu. Aku mulai terbiasa menjalani hari-hariku dengannya.
Tetapi, tahukah kamu? Ternyata betapa sulitnya aku memangkas semua tentangmu dari dasar hatiku. Perasaan ini terlalu dalam.
Hingga akhirnya bulan ketiga setelah aku dengannya kau pun hadir. Kau mulai berani mendekatiku sampai kamu mengajakku bertemu lalu mengungkapkan semua yang kamu rasakan padaku. Saat itu aku benar-benar ingin berteriak, ingin meloncat betapa bahagianya ternyata seseorang yang telah lama kutunggu akhirnya datang dan mempunyai rasa yang sama denganku.
Kamu terlambat, Tuan. Aku sudah ada yang punya, tetapi hati kecilku tak bisa membohongi bahwa aku ternyata masih mencintaimu.
Saat itu juga aku putuskan dia dan lebih memilihmu seseorang yang sudah lam kutunggu. Sehari, seminggu, dan sebulan aku mulai menjalani hari-hariku dengan kamu orang yang sangat kucinta. Tapi apa yang terjadi dengan hatiku? Mengapa aku mulai mengingat dia, seorang sahabat yang pernah menjadi kekasihku. Aku merasa ada yang kurang dalam hidupku setelah aku memutuskan untuk meninggalkan dia. Yah aku merasa kehilangannya. Lalu dengan bodohnya aku segera memutuskanmu tanpa memikirkan gimana perasaanku yang sesungguhnya. Aku merasa tak enak dengan dia. Dia yang selalu ada untukku sebelum aku dan kamu menjadi kita. Aku kembali menjalani hariku dengan dia, dan pelan-pelan mulai melupakanmu.
Tetapi, apakah kamu tahu? Aku masih saja seperti dulu. Aku masih sulit membiasakan hatiku tanpa mencintaimu.
Dan akhirnya aku benar-benar kehilanganmu setelah aku kembali dengan sahabatku. Betapa bodohnya aku telah menyia-nyiakan kamu yang telah lama kutunggu, yang dengan susah payah aku menghapus namamu dari dasar hatiku.
Kamu dan dia pantas menyebutku jahat. Begitu mudahnya aku berpindah-pindah hati. Aku tak bermaksud seperti itu. Hanya saja aku yang bodoh yang tak bisa mengartikan antara cinta dan sayang pada sahabat.
Saat ini seratus lima puluh sembilan hari tanpamu, aku benar-benar merasa kehilanganmu. Aku jungkir balik menerima kenyataan bahwa mungkin kita tak lagi sejalan. Tentu kamu tidak pernah membayangkan, bahwa saat ini tanpamu adalah hari-hari yang menyedihkan yang perihnya aku tahan sendiri. Tidak ada orang yang mengerti tentang perasaan ini karena percuma saja jika mereka tahu pasti aku yang akan disalahkan.
Kini aku berjalan sendirian serta tertatih kesepian. Berjalan dari satu ketakutan ke dalam ketakutan lain. Saat ini aku hanya ingin tahu, apakah masih ada aku di dalam hatimu?

Minggu, 29 Mei 2016

MELEPASKAN

Selalu ada hikmah di balik kata MELEPASKAN.
Tak usah kau menghakimi seseorang yang sedang berusaha melepaskan.
Kau tak tahu alasan yang sesungguhnya.
Kau tak merasakan bagaimana ia dengan susah payahnya memangkas semua akar yang memang sudah menjalar.
Mungkin kau hanya menilai dari salah satu yang dilepaskan hingga kau menyimpulkan 'jahat' pada yang melepaskan.
Kau tak tahu yang sebenarnya.
Maka dari itu, jangan menjadi orang yang serba tahu di antaranya.
Kau harus tahu satu hal,
Bahwa apapun yang terjadi saat ini adalah kehendak-Nya.

SAHABAT HIDUP

Buat apa mencari yang baru jika yg lama akhirnya terabaikan.
Aku bahagia dengan yang sekarang.
Kalian yang selalu ada.
Untuk yang pernah datang tapi pada akhirnya memilih pergi, silakan.
Tanpa kalian yang sudah memilih pergi, kita akan tetap utuh dan baik-baik saja.
Persahabatan bukan terletak pada kebahagiaan saja tetapi juga pada kesedihan.
Persahabatan bukan mengisi waktu luangnya untuk bersama,
tetapi selalu meluangkan waktu sibuknya untuk bersama.
Terima kasih untuk kalian yang selalu ada dan nemilih untuk tetap tinggal.
@KW��

Senin, 23 Mei 2016

Tidak.
Aku tak berhak marah padamu.
Aku tak berhak cemburu.
Aku yang membuatmu pergi.
Aku yang membiarkanmu beranjak dari hatiku.
Tapi aku tak bisa.
Aku tak bisa melihatmu berdua.
Maafkan aku.

Kamis, 19 Mei 2016

Kita pernah bertemu dan bercakap tentang rasa.
Apakah kau tahu, saat itu inginku meloncat kegirangan karena kau mengungkapkan kata CINTA.
Yah sebuah kata yang sudah lama kunantikan darimu, Tuan.
Tapi aku bodoh. Sangat bodoh.
Aku telah melepaskanmu, seseorang yang sudah lama kutunggu.
Andai saja ada kesempatan, aku ingin sekali lagi memilikimu.

Selasa, 17 Mei 2016

Hai kamu...
Masih punya perasaankah?
Begitu santainya kau berdua dengannya di depan mataku.
Sungguh tak mengenakkan ketika aku harus berpura-pura untuk biasa saja di depan kalian.

Ini perasaan yang tak kuinginkan.
Harus pura-pura tak merindu meski sebenarnya sangat merindukannya.
Haruskah aku yang memulai?
Ahh, tidak.
Begitu menjengkelkan.
Ingin kuteriak tapi untuk apa?
Semuanya sudah selesai.

Rabu, 11 Mei 2016

Hujan.
Karena hujan lebih tahu perihal jarak yang dibentangkan masa silam, yaitu kenangan.

Selasa, 10 Mei 2016

Aku melewati ribuan detik mengenangmu.
Kini aku begitu paham tentang bisik pada sepiku.

Kamis, 28 April 2016

Pagi

Selamat pagi sahabat.
Meskipun pagi ini dingin karena sisa hujan semalam, semoga hati tetap terhangatkan.

Rabu, 13 April 2016

Jangan lagi baca sajakku. Jika kau tak mau terbelenggu. Lupakan saja baitku dan barangkali memang pergi adalah pilihanmu.

Minggu, 10 April 2016

Secangkir kopi lebih nikmat dari sebuah ucapan yang penuh gula. Meski pahit ia tak pernah menjadi tersangka kesedihan.

Sabtu, 09 April 2016

Meneguk kopi barangkali mampu mengusir sepi dan membuat rinduku berlalu, meski setelahnya maagku kambuh.

Kamis, 07 April 2016

Hampa

Kini secangkir kopi tak punya cerita, tersisa ampas yang mengental. Hampa.

Puisi Pagi

Selamat pagi, adakah puisi yang ingin kau tulis pada embun pagi sebelum matahari mengeringkannya?

Jumat, 11 Maret 2016

KITA

Persahabatan itu indah.
Banyak hal yang kita lewati bersama. Jika suatu saat nanti kita ditakdirkan untuk berpisah demi mewujudkan cita-cita kita, tolong jangan pernah lupakan kebersamaan kita.
Sayang kalian sahabatku.