Kamis, 07 Juli 2016

Seratus sembilan puluh satu hari tanpamu

Selamat malam, Tuan...
Hari ini tepat seratus sembilan puluh satu hari tanpamu.
Kamu apa kabar?
Tuan...
Kamu pernah merasakan bagaimana rasanya berjuang sendirian?
Ini sangat tak mengenakan. Awalnya aku bisa bertahan. Demi kamu apapun akan aku lakukan meskipun aku harus berjuang sendirian.
Tetapi aku juga manusia biasa. Aku masih punya hati yang suatu saat bisa kamu patahkan kapan saja.
Dan saat ini kamu telah mematahkan hatiku. Kamu membuatku tersadar bahwa kamu tak mau lagi kuperjuangkan.
Tuan...
Mungkin bagimu aku sudah tak ada apa-apanya lagi. Aku sudah tidak lagi menjadi alasanmu untuk menunggu pagi.
Seratus sembilan puluh satu hari tanpamu, aku lelah berjuang sendirian, karena pada kenyataannya kamu sedang memperjuangkan perempuan lain. Ini sangat konyol. Untuk apa aku memperjuangkanmu lagi sedangkan kamu sedang memperjuangkannya?
Tuan...
Aku lelah, sangat lelah.
Akhirnya aku mengalah untuk mundur. Aku tak pantas lagi menampakkan wajah di depanmu dan masuk kembali dalam kehidupanmu.
Mungkin ini terakhir kalinya aku menulis segala sesuatu tentangmu. Namamu tak akan abadi lagi dalam tulisanku.
Tuan...
Apa kamu tak memikirkan gimana perasaanku saat ini? Perasaanku setelah seratus sembilan puluh satu hari tanpamu.
Gimana perasaanku saat kutahu ternyata kamu sudah berhasil membuang semua memory tentang kita dan kamu sedang bersusah payah memperjuangkan perempuan lain?
Sungguh aku tak sanggup. Aku tak bisa. Tapi aku bisa apa?
Dulu aku yang sudah melepasmu.
Mungkin saat ini giliranku yang menyaksikanmu bersama perempuanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar