Kamu
apa kabar?
Sudah
berapa lama aku dan kamu tak seakrab dulu? Mungkin terlalu panjang jika
menyebut aku dan kamu, karena aku pun terlalu takut menyebut ‘kita’, ‘kita’
yang mungkin di matamu tak lagi ada.
Aku
ingin tahu siapa kekasihmu saat ini, bisa aku bayangkan pasti kalian tengah
berbahagia. Sementara aku harus terjatuh untuk yang kedua kalinya.
Mengingat
kejadian itu membuat aku kembali memaki diriku lagi. Aku yang salah. Aku yang
membuat diriku sendiri jatuh ke lobang yang sama.
Andai
saja tiga bulan sebelum kamu mengungkapkan aku bisa lebih bersabar, mungkin
semuanya tak akan menjadi seperti ini. Saat itu kukira kamu tak punya rasa
padaku. Bersama dia mungkin bisa membuat kulupa semua tentangmu, tentang cinta
dalam diamku.
Hampir
tiga tahun aku harus pura-pura tak peduli padamu, pura-pura tak memperhatikanmu
padahal dalam hati kecilku aku ingin memilikimu. Selama itu aku menantimu.
Selama itu aku bertahan menahan sakit mencintaimu. Aku kira aku sendiri yang
merasakan cinta.
Hingga
akhirnya aku memilih untuk mencoba menjalani hari dengan dia, seseorang yang
selalu kusebut “sahabat”. Sehari, seminggu, sebulan aku mulai nyaman dengan
dia. Sedikit kuhapus rasa cinta untukmu. Aku mulai terbiasa menjalani
hari-hariku dengannya.
Tetapi,
tahukah kamu? Ternyata betapa sulitnya aku memangkas semua tentangmu dari dasar
hatiku. Perasaan ini terlalu dalam.
Hingga
akhirnya bulan ketiga setelah aku dengannya kau pun hadir. Kau mulai berani
mendekatiku sampai kamu mengajakku bertemu lalu mengungkapkan semua yang kamu
rasakan padaku. Saat itu aku benar-benar ingin berteriak, ingin meloncat betapa
bahagianya ternyata seseorang yang telah lama kutunggu akhirnya datang dan
mempunyai rasa yang sama denganku.
Kamu
terlambat, Tuan. Aku sudah ada yang punya, tetapi hati kecilku tak bisa
membohongi bahwa aku ternyata masih mencintaimu.
Saat
itu juga aku putuskan dia dan lebih memilihmu seseorang yang sudah lam
kutunggu. Sehari, seminggu, dan sebulan aku mulai menjalani hari-hariku dengan
kamu orang yang sangat kucinta. Tapi apa yang terjadi dengan hatiku? Mengapa aku
mulai mengingat dia, seorang sahabat yang pernah menjadi kekasihku. Aku merasa
ada yang kurang dalam hidupku setelah aku memutuskan untuk meninggalkan dia.
Yah aku merasa kehilangannya. Lalu dengan bodohnya aku segera memutuskanmu
tanpa memikirkan gimana perasaanku yang sesungguhnya. Aku merasa tak enak
dengan dia. Dia yang selalu ada untukku sebelum aku dan kamu menjadi kita. Aku
kembali menjalani hariku dengan dia, dan pelan-pelan mulai melupakanmu.
Tetapi,
apakah kamu tahu? Aku masih saja seperti dulu. Aku masih sulit membiasakan
hatiku tanpa mencintaimu.
Dan
akhirnya aku benar-benar kehilanganmu setelah aku kembali dengan sahabatku.
Betapa bodohnya aku telah menyia-nyiakan kamu yang telah lama kutunggu, yang
dengan susah payah aku menghapus namamu dari dasar hatiku.
Kamu
dan dia pantas menyebutku jahat. Begitu mudahnya aku berpindah-pindah hati. Aku
tak bermaksud seperti itu. Hanya saja aku yang bodoh yang tak bisa mengartikan
antara cinta dan sayang pada sahabat.
Saat
ini seratus lima puluh sembilan hari tanpamu, aku benar-benar merasa
kehilanganmu. Aku jungkir balik menerima kenyataan bahwa mungkin kita tak lagi
sejalan. Tentu kamu tidak pernah membayangkan, bahwa saat ini tanpamu adalah
hari-hari yang menyedihkan yang perihnya aku tahan sendiri. Tidak ada orang
yang mengerti tentang perasaan ini karena percuma saja jika mereka tahu pasti
aku yang akan disalahkan.
Kini
aku berjalan sendirian serta tertatih kesepian. Berjalan dari satu ketakutan ke
dalam ketakutan lain. Saat ini aku hanya ingin tahu, apakah masih ada aku di
dalam hatimu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar